oleh : M. Syahril Rumagorong
Seorang teman bilang begini ; kalau mau belajar membuat pesawat belajarlah ke Amerika, kalau mau belajar membuat kapal belajarlah ke Jerman, kalau ingin mahir dalam pemerintahan belajarlah ke China, dan kalau ingin mahir jadi tukang tiru maka belajarlah ke Indonesia. Sepintas ucapan itu mungkin berbau humor, tetapi jika diteliti kemungkinan ada benarnya.
Betapa tidak, kondisi masyarakat kita dewasa ini tengah dibentuk oleh sebuah sistem pengajaran (bukan pendidikan, hati-hati) yang jauh dari karakteristik nilai budaya bangsa. Dulu, nenek moyang orang Indonesia membangun Candi dengan teknik dan model yang sangat luar biasa. Hasilnya, semua bangsa di dunia mengagumi bangunan itu sebagai citra bangsa yang independen dan asli Indonesia. Orang tua-tua zaman dulu di Kei Evav ini juga mampu menyusun aturan dan nilai falsafah hidup yang tertuang dalam hukum Larful Ngabal.
Pancasila dasar Negara Indonesia sendiri adalah tampilan hidup budaya bangsa yang sangat valid untuk menunjukkan jati diri bangsa dalam hal falsafah hidup. Tidak ada satu pun nilai-nilai Pancasila itu yang menjadi ideologi atau pandangan hidup impor ; meskipun dalam hal pembobotan nilai kita butuh masukan (impor) ideologi sosialis, liberalis dan agama untuk memperkaya nilai-nilai milik bangsa Indonesia yang asli muncul dan tumbuh dari tanah air negeri sendiri.
Catatan pinggir ini bermaksud mengingatkan kita ; betapa mulianya hidup sebagai diri sendiri dan sebaliknya betapa jeleknya hidup sebagai plagiator atau tukang tiru, tukang contek dan tukang copy paste. Sebab yang terakhir itulah cirri khas manusia beradab. Ada semacam mental baru yang sengaja disuntikkan oleh pesanan asing untuk melemahkan komitmen membangun bangsa dari dalam yaitu strategi untuk melemahkan lawan dengan memanfaatkan kelemahan lawan itu sendiri. Kita barangkali adalah bangsa yang kuat secara fisik tetapi adalah lemah secara mental. Kelemahan itu salah satu diantaranya adalah ; betapa gampangnya untuk menjadi si peniru.
Tidak sadar, karena mental betapa gampang itu kita lalu dijejali dengan aneka produksi iklan dan rayuan penjual produk impor, untuk tampil menjadi yang terbaik dalam segala hal. Saya pada saat menontot Film Die Hard yang dibintangi Bruce Willis, sempat termanggut-manggut menyimak kisah film itu yang mengisahkan tentang persaingan beberapa kelompok mafia hacker dalam menjalankan bisnis penipuan lewat jaringan internet yang kemudian satu diantaranya Hacker jenius bernama Matthew Farrell (white hacker) diamankan agen Polisi bernama Jhon (Bruce Willis).
Oleh Farrel, semua aksi kejahatan lawan-lawan hacker dunia hitam (black hacker) yang hendak membunuhnya ditelanjangi lewat informasi yang akurat kepada Polisi. Ia lah satu-satunya orang yang mengenalkan istilah “fire sale” sebagai program inti dari para Hacker hitam yang bermaksud memanipulasi data dan informasi degan menguasai semua jaringan informasi, tranportasi, komunikasi, dan lain sebagainya guna meraup keuntungan dari sasaran. Kata Farrel ; mereka akan membuat program palsu dan kemudian menawarkan ke sasaran (masyarakat) lalu menawarkan pula jalan keluar serta solusi seakan-akan kehadiran mereka adalah laksana dewa penyelamat, padahal tidak ada pengaruh apa-apa dari kejadian-kejadian yang dikhawatirkan dalam informasi manipulasi fersi Hacker hitam tersebut.
Relevan dengan hal ini barangkali adalah merebaknya korban iklan di Negara kita, dimana banyak orang dipaksa secara halus untuk mengkonsumsi atau memakai sesuatu yang sebenarnya tidak ada gunanya, karena hanya memperkaya industri yang memproduk barang-barang dimaksud. Kenapa demikian? Karena rakyat kita telah termakan isu, jadi tukang tiru. Kalau wanita seperti Luna Maya atau Cinta Laura ditampilkan di Televisi sebagai bintang iklan untuk mengenalkan iklan-iklan kecantikan dari produk kosmetik tertentu, maka sesungguhnya produk itu tidak dibutuhkan oleh orang-orang di pedamalan yang hidup selalu bertani. Kalau pun mereka berlomba-lomba untuk membeli juga maka itu hanya karena mereka menjadi korban informasi sejenis fire sale di atas. Sebab yang sangat mereka butuhkan saat ini adalah buku untuk anak-anak sekolah dan sarana pelayanan umum yang bisa membuat hidup mereka beranjak beberapa derajat.
Akhirnya, mau dikemanakan dan diapakan masyarakat bangsa ini kunci pointnya hanya terletak pada kemauan masing-masing kita ; apakah kita berani untuk berkata tidak kepada pesanan asing dan siap memajukan kondisi lokal ataukah justru kita semakin merasa tersanjung dengan banyaknya orang cantik dan ganteng yang dimanja aneka produk kosmetik di Televisi. ****
Minggu, 14 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar